Oleh: ANDRIAN SAPUTRA, RATNA AJENG TEDJOMUKTI
Reza Hari sudah beberapa kali melakukan umrah secara mandiri. Bermodalkan pengalaman menjadi pembimbing umrah di salah satu agen travel, ia pertama kali melakukan perjalanan sendiri ke Tanah Suci pada 2017. Reza mengaku pernah berangkat seorang diri ke Tanah Suci. Di lain waktu, ia juga sering menunaikan umrah bersama beberapa orang teman dan keluarganya. Jelang Pandemi Covid-19 berakhir, Reza kembali berangkat umrah tanpa menggunakan jasa travel.
Dia mengawali perjalanan ke Tanah Suci itu dengan menentukan waktu terbaik untuk menunaikan umrah mandiri. Biasanya, Reza memilih waktu keberangkatan pada Desember-Januari atau pada akhir Ramadhan. Selain itu, dia perlu memperhatikan kondisi cuaca di Arab Saudi untuk menentukan waktu yang tepat berangkat umrah.
Setelah menemukan waktu yang tepat, ia memburu tiket penerbangan Indonesia-Arab Saudi. Reza terlebih dahulu mengutamakan maskapai yang menjual tiket promo karena dapat membuat biaya penerbangan lebih murah. Setelah mendapatkan tiket, Reza mengurus visa umrah. Sedangkan, saat berada di Madinah, Reza mengaku hanya perlu mengurus tasreh (surat keterangan izin untuk masuk ke ar-Raudhah Masjid Nabawi) melalui aplikasi Nusuk agar bisa berziarah ke makam Rasulullah SAW.
Dengan umrah mandiri, Reza dapat lebih leluasa dalam mengatur waktu perjalanan dan pelaksanaan ibadah umrah. Dia bisa menghabiskan waktu di Tanah Suci selama 14-20 hari. Selama di Makkah dan Madinah, Reza tak kesulitan menemukan tempat beristirahat. Ia biasanya memesan hotel yang dikelola oleh orang-orang Indonesia atau melalui para mutawif asal Tanah Air. Dia juga sering memanfaatkan beberapa platform daring jasa pemesanan tiket dan reservasi hotel untuk menemukan hotel atau penginapan yang sesuai dengan pilihan.
Soal transportasi pun tak menjadi kendala. Menurut dia, jamaah umrah mandiri dapat dengan mudah menemukan jasa sewa kendaraan ketika ingin berziarah ke beberapa tempat di Tanah Suci. Apabila ingin lebih menghemat pengeluaran, jamaah dapat memanfaatkan fasilitas transportasi umum. Menurut Reza, tantangan terbesar jamaah justru adalah kesiapan mental dalam melakukan semua perjalanan ibadah umrahnya secara mandiri.
"Jadi, insya Allah, transportasi itu enggak sulitlah di sana, yang bikin agak susah itu mental kita. Aman tidak, bisa tidak, nyaman tidak berangkat. Memang ada plus-minusnya. Tapi, untuk kenyamanan, ketenangan ibadah, itu saya rasa di umrah mandiri itu lebih nyaman, kita bisa bebas menentukan waktu kapan saja dan hotel pun bebas pilih," kata Reza kepada Republika pada Selasa (5/4/2023).
Reza pun memerinci biaya perjalanan umrah yang pernah dilakoninya. Untuk pengajuan visa umrah, hal itu menyesuaikan dengan kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang terbaru, yakni sebesar 300 riyal atau setara Rp 1,1 jutaan. Tiket pesawat pulang-pergi berkisar Rp 10-11 juta.
Dia menjelaskan, beberapa jamaah umrah kerap memburu tiket ke Tanah Suci melalui penerbangan dari negeri tetangga, seperti Malaysia atau Singapura, lantaran sering adanya tiket promo ke Tanah Suci. Biaya penginapan di hotel selama di Makkah sekitar Rp 3 juta, termasuk makan, sedangkan di Madinah bisa mencapai Rp 2 juta. Menurut dia, total pengeluaran biaya perjalanan ibadah umrah mandiri yang pernah dilakoninya di kisaran Rp 18 juta-Rp 19 juta.
Meski biayanya terbilang lebih murah, pemilik Rumah Tahfiz Alquran itu mengatakan, mereka yang memutuskan untuk umrah mandiri harus memiliki kesiapan lebih matang. Selain menguatkan mental diri dan keluarga, sangat penting bagi mereka untuk membekali diri dengan pengetahuan dalam melaksanakan ibadah-ibadah umrah. "Namanya umrah mandiri, semua kegiatan ibadah kita sendiri. Berbeda dengan umrah melalui travel yang ada pembimbingnya. Karena itu, pengetahuan jamaah tentang ibadah umrah ini sangat penting," kata Reza.
Selain itu, Reza menjelaskan, jamaah harus dapat langsung beradaptasi dan mengetahui apa yang harus dilakukan setibanya di Tanah Suci. Reza menilai kebanyakan jamaah umrah mandiri berasal dari kota-kota besar. Mereka telah sering melakukan perjalanan internasional lebih cepat beradaptasi ketika sampai di Tanah Suci untuk melakukan umrah.
Hadirnya platform digital umrah dari Arab Saudi mempermudah warga dari berbagai negara untuk berangkat ke Tanah Suci. Wakil Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Dr Abdelfattah Mashat menjelaskan, banyaknya jamaah yang beribadah ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi menunjukkan bahwa jamaah umrah musim ini yang akan melebihi musim sebelumnya. Indonesia pun termasuk penyumbang jamaah umrah terbesar setelah Pakistan.
Mashat menunjukkan, peningkatan jumlah jamaah ini tidak terlepas dari upaya kerajaan untuk menyederhanakan prosedur visa. Menurut dia, platform Nusuk, yang memungkinkan masyarakat dapat memperoleh visa dan berkomunikasi dengan penyedia layanan, berkontribusi besar dalam mengundang jamaah umrah. Tidak hanya itu, ada juga peningkatan jumlah perusahaan yang beroperasi di layanan umrah dan jasa yang memiliki spesialisasi bidang perhotelan sehingga bisa bersaing untuk memberikan layanan terbaik dengan kualitas tinggi.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Hilman Latief menjelaskan, Arab Saudi telah menyediakan layanan-layanan digital bagi siapa pun yang ingin melakukan ibadah umrah. Salah satu yang dimaksud adalah hadirnya platform Nusuk.
“Ini adalah platform umrah, dan bahkan haji, yang disediakan oleh Saudi langsung. Saat ini sudah menyediakan layanan dalam bahasa Indonesia juga. Orang sudah bisa umrah seperti menggunakan Traveloka,” ujar Hilman dalam keterangan yang didapat Republika, Ahad (3/9/2023).
Di satu sisi, platform tersebut memberikan kemudahan karena sasarannya adalah untuk mengurangi moral hazard (risiko moral) di level middleman (perantara). "Wakil Menteri Haji bercerita kepada saya, kasusnya seperti Mesir, Mesir ke Saudi itu murah sebenarnya, tapi harganya bisa sama dengan Indonesia, bahkan lebih,” ucap dia.
Di Indonesia, hadirnya aplikasi tersebut merupakan tantangan. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang umrah menjelaskan, ibadah umrah, apalagi yang kolektif, masih harus ditangani oleh penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Sementara itu, Kerajaan Saudi saat ini sudah membuka jalur individu dan prosesnya jauh lebih mudah. Menurut Hilman, hal tersebut sedang dimitigasi oleh Kemenag.
Saat ini, PPIU yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia berjumlah 2.180. Jumlah itu meningkat 30 persen daripada tahun 2021, yaitu sebanyak 1.600. Setiap pekan, Kemenag harus memberikan perizinan terhadap belasan, bahkan puluhan, travel umrah. Hilman mengaku akan mengevaluasi hal tersebut.
Pengamat haji dan umrah dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Dadi Darmadi, mengatakan, umrah mandiri lebih cocok bagi mereka yang sudah memiliki pengalaman dalam melakukan perjalanan ke luar negeri. "Bagi mereka yang sudah terbiasa menjadi turis internasional, program umrah mandiri ini bisa menjadi pengalaman yang menarik, penuh pilihan, tantangan, dan momen tak terduga," ujar dia.
Jamaah umrah mandiri, ujar dia, akan mengurus tiket pesawat dan akomodasi sendiri. Mereka juga harus mencari transportasi di tempat tujuan. Hal tersebut memberikan kebebasan yang lebih besar dalam menyesuaikan biaya perjalanan. Meski demikian, bagi mereka yang belum berpengalaman, Dadi merekomendasikan untuk tetap mengikuti program umrah reguler yang biasanya ditawarkan oleh agen travel umrah di kota terdekat.
Dia mengingatkan, umrah adalah ibadah yang suci, bukan sekadar perjalanan wisata biasa. "Terutama ketika melakukan perjalanan di negeri orang, yang memiliki perbedaan budaya, bahasa, dan kebiasaan sehari-hari, penting bagi jamaah umrah untuk mendapatkan bimbingan yang memastikan pengalaman keagamaan mereka berjalan dengan aman dan nyaman," kata dia.